Program Perhutanan Sosial
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial merupakan dasar bagi pelaksanaan program Perhutanan Sosial dalam rangka memberikan akses bagi masyarakat dalam pengelolaan hutan sekaligus peningkatan kondisi ekonominya. Dalam peraturan tersebut, Perhutanan Sosial didefinisikan sebagai sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat oleh masyarakat setempat atau Masyarakat Hukum Adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat, dan kemitraan kehutanan.
Realisasi Program Perhutanan Sosial hingga Desember 2022 mencapai lebih kurang 5.318.627.20,97 Ha, dengan jumlah surat keputusan (SK) hak kelola kawasan hutan sebanyak 8.041 untuk 1.188.498 kepala keluarga (KK). Data ini disampaikan dalam acara Sosialisasi Sub Nasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 di Provinsi Papua Jayapura pada tanggal 8 Februari 2023 oleh Direktur Bina Rencana Pemanfaatan Hutan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Drasospolino, M.Sc.
Gambar: Ekspose Hasil Verifikasi Usulan Hutan Adat di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat
dan di Kabupaten Jayapura, Papua pada tanggal 18 Oktober 2022 di Bogor
Foto: FORCLIME
Hutan Adat
Dalam buku Survei dan Indeks Perhutanan Sosial, Jalan Menuju Kesejahteraan Rakyat dan Kelestarian Hutan yang diterbitkan oleh Katadata Insight Center disebutkan bahwa luasan hutan adat saat ini adalah 64% dari 7,4 juta hektare wilayah adat. Hutan Adat merupakan skema pengelolaan hutan yang dilakukan oleh masyarakat adat di wilayah adat berdasarkan nilai-nilai kearifan adat/lokal. Hutan Adat dapat diberikan kepada Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang diakui keberadaannya oleh negara dan kemudian ditetapkan melalui Surat Keterangan Penetapan Kawasan Hutan Adat. Hingga Oktober 2022, telah ditetapkan 148.488 Ha Hutan Adat kepada 105 komunitas adat dan indikatif hutan adat seluas 1.090.754 Ha, seperti yang disampaikan dalam Siaran Pers Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor: SP. 296/HUMAS/PPIP/HMS.3/11/2022.
Hutan Adat di Tanah Papua
Berkaitan dengan pembangunan hutan adat di Tanah Papua, terhadap tujuh usulan Hutan Adat dari Masyarakat Adat di Kabupaten Jayapura, Papua dan satu usulan di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat telah dilakukan verifikasi pada bulan Oktober 2022 oleh Tim Terpadu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. Tim tersebut beranggotakan perwakilan dari KLHK, tenaga ahli dari IPB University, Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Wilayah Maluku-Papua, akademisi Universitas Cenderawasih, Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Jayapura, dan perwakilan Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA).
Pada Kongres Masyarakat Adat di Jayapura, Papua tanggal 24 Oktober 2022, Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, KLHK menyerahkan secara simbolis surat keputusan (SK) hutan adat kepada perwakilan masyarakat di Stadion Barnabas Youwe, Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua. Tujuh SK Hutan Adat diserahkan untuk enam Hutan Adat di Kabupaten Jayapura, yakni: Marga Syuglue Woi Yansu 15.602,96 hektare; dan Marga Yano Akrua 2.177,18 hektare. Juga, Marga Yano Meyu 411,15 hektare; Marga Yosu Desoyo 3.392,97 hektare; Marga Yano Wai 2.593,74 hektare; dan Marga Takwobleng 404,9 hektare. Dan satu lagi, Marga Ogoney di Distrik Merdey, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat seluas 16.299 hektare. Dengan ditetapkannya tujuh Hutan Adat pertama di Tanah Papua, maka sampai dengan Desember 2022, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menetapkan sebanyak 105 Hutan Adat di seluruh Indonesia.
Dukungan FORCLIME
FORCLIME merupakan program kerja sama bilateral antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Republik Federasi Jerman yang mendukung program pembangunan kehutanan yang dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, termasuk Perhutanan Sosial. Hutan Adat merupakan salah satu skema Perhutanan Sosial yang tidak hanya bermanfaat bagi kesejahteraan Masyarakat Hukum Adat, namun juga untuk melestarikan nilai-nilai dan kearifan lokal dari Masyarakat Hukum Adat.
FORCLIME mendukung Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan dalam persiapan dan proses verifikasi proposal hutan adat di Papua dan Papua Barat pada bulan September hingga bulan Oktober 2022. Dukungan yang diberikan berupa penyediaan tenaga ahli dan pelaksanaan verifikasi teknis di lokasi yang diusulkan menjadi hutan adat di Tanah Papua.
Menindaklanjuti hasil verifikasi tersebut, Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) didukung oleh FORCLIME mengadakan Ekspose Hasil Verifikasi Usulan Hutan Adat di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat dan di Kabupaten Jayapura, Papua pada tanggal 18 Oktober 2022 di Bogor. Ekspose tersebut dihadiri oleh para pemangku kepentingan terkait. Dalam ekspose disebutkan beberapa manfaat penting Hutan Adat di Tanah Papua adalah sebagai areal penanaman sagu yang merupakan sumber makanan pokok; pemanfaatan getah kayu damar, gaharu, dan untuk pembangunan rumah; tempat berburu rusa dan babi; tempat berkebun buah merah; tempat berkebun keladi, pisang, kasbi, dan nenas; tempat berkebun sayuran; dan merupakan habitat bagi kuskus putih, tikus putih dan burung cenderawasih. Berdasarkan hasil verifikasi teknis di lapangan, tim memberikan rekomendasi penetapan kawasan hutan adat bagi ketujuh Masyarakat Hutan Adat kepada Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan.
Selain itu, FORCLIME juga mendukung proses penyusunan Draft Rancangan Peraturan Presiden untuk Percepatan Perhutanan Sosial di Indonesia pada tahun 2022. Saat ini rancangan Peraturan Presiden tersebut sedang dalam proses harmonisasi lebih lanjut dengan kementerian teknis lainnya, selain dengan Kementerian Sekreatariat Negara. Mengingat proses selanjutnya adalah proses administrasi, FORCLIME tidak dapat mendukung kegiatan tersebut.
Langkah berikutnya
FORCLIME dengan keterbatasannya sebagai sebuah proyek akan tetap mendukung kegiatan terkait program Perhutanan Sosial, terutama di wilayah kerjanya, yaitu di Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat Daya. Ke depan di tingkat nasional, FORCLIME akan mendukung Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan melalui dialog tentang perhutanan sosial.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
R. Rizka Dewi Zuleika, Advisor junior bidang pengelolaan hutan lestari
Mohammad Rayan, Advisor teknis lintas bidang dan pengelolaan konflik
Wandojo Siswanto, Manajer bidang strategis, kebijakan kehutanan dan perubahan iklim