1 / 3

FORCLIME

 Forests and Climate Change Programme
 Technical Cooperation (TC Module)
2 / 3

FORCLIME

 Forests and Climate Change Programme
 Technical Cooperation (TC Module)
3 / 3

FORCLIME

 Forests and Climate Change Programme
 Technical Cooperation (TC Module)

2021 04 10 Webinar UUCK

Setelah beberapa seri pertemuan antara pakar di Forest for Life Indonesia (FFLI) dengan FORCLIME yang membahas mengenai isu kebijakan yang sedang berkembang di sektor Kehutanan Indonesia, bekerja sama dengan Forest for Life Indonesia, FORCLIME mengadakan webinar mengenai Pembangunan Kehutanan setelah Undang-undang Cipta Kerja pada tanggal 10 April 2021 di Bogor, Jawa Barat. Acara yang diselenggarakan secara daring dan luring ini dipandu oleh Manajer bidang strategis FORCLIME, Wandojo Siswanto, sebagai moderator. Webinar dihadiri oleh 187 peserta yang mewakili akademisi, LSM, pelajar perguruan tinggi, mitra pembangunan, pemerintah provinsi, pemerintah pusat, sektor swasta.

Prof. Haryadi Kartodihardjo dari Forest for Life Indonesia (FFLI) menyampaikan implikasi strategis UUCK terhadap aspek perijinan, kemasyarakatan, dan penguatan kelembagaan pengelolaan hutan di luar Jawa melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Selain itu, disampaikan implikasi terhadap pengelolaan hutan di Jawa (Perhutani). Kemudian dilanjutkan dengan pemaparan dari Prof. San Afri Awang yang menyampaikan bahwa dalam PP. 23/2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, intervensi Perhutanan Sosial menjadi sangat penting di Indonesia, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Salah satu polemik terbitnya UUCK terhadap KPH adalah hilangnya Tupoksi KPH untuk membangun bisnis. Namun, KPH sebetulnya tetap bisa membangun kemitraan, seperti yang dituangkan dalam PP 23/2021. Kemitraan ini berbasis 3 pasal, yakni pasal 204, 205, 213 dalam PP 23/2021.

Selanjutnya, Dr. Iman Santoso, perwakilan dari Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), memaparkan perbandingan sebelum UUCK dan pasca UUCK, dimana adanya UUCK dan turunannya justru menyebabkan penyelenggaraan kehutanan benar-benar menggunakan pendekatan lanskap, dimana pada UUCK dalam satu lanskap, satu perijinan sudah cukup untuk multiusaha dan dianggap sangat menguntungkan, mudah, dan murah, dengan tujuan menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya.

Sebagai panelis terakhir, Ir. Madani Mukarom selaku perwakilan dari Asosiasi KPH menyampaikan implikasi dari UUCK adalah menurunnya total organisasi KPH di daerah karena KPH hanya berperan sebagai cost-centre. Selain itu, SDM juga akan berkurang karena tugas hanya terbatas untuk fasilitasi. Hal lain yang menjadi perhatian yakni KPH juga harus merevisi Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP), karena usaha kemandiriannya sudah tidak ada. Dampak lain juga termasuk penerimaan Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) yang berhenti/tidak ada lagi. Selain implikasi UUCK, Ir. Madani juga menyoroti adanya perubahan Tupoksi KPH berdasarkan PP 6 dibandingkan dengan PP 23/2021.

Pada akhir acara Dr. Agus Djoko Ismanto, sebagai Rapporteur, menyampaikan catatan selama berlangsungnya webinar yang kemudian akan dirumuskan dalam bentuk policy brief. Webinar ini merupakan seri pertama dari rangkaian kajian Pembangunan Kehutanan Pasca Undang-undang Cipta Kerja.

Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Wandojo Siswanto, Manajer bidang strategis terkait kebijakan kehutanan dan perubahan iklim

in cooperation with ministry of forestry and environmentCooperation - Republic of Indonesia and Federal Republic of GermanyImplemented-by-giz