Pada tahun 2018, Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu melakukan revisi zonasi untuk mengakomodasi zona tradisional seluas 25.229,6 hektare sebagai ruang kemitraan konservasi dengan masyarakat lokal. Zona tradisional merupakan bagian dari kawasan konservasi yang ditetapkan untuk masyarakat yang mempunyai ketergantungan atas sumber daya alam, seperti pangan (budidaya tradisional) dan hasil hutan bukan kayu, yang telah mereka lakukan secara turun temurun. Setelah dilakukan revisi zonasi, Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (Balai Besar TNLL) membuat kerja sama kemitraan konservasi dengan desa-desa di sekitar kawasan melalui Lembaga Pengelola Konservasi Desa (LPKD) yang dibentuk oleh kepala desa. Adanya kerja sama kemitraan konservasi merupakan wujud pemberian hak kepada masyarakat di sekitar Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) untuk mengakses pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK), budidaya tradisional dan pemanfaatan jasa lingkungan untuk menyokong kehidupan masyarakat. Sampai dengan tahun 2021 Balai Besar TNLL telah menjalin kerja sama kemitraan konservasi dengan 56 desa. Tujuh diantaranya di Kabupaten Sigi, yang meliputi desa-desa: Pakuli Utara, Pakuli, Simoro, Omu, Tuva, Lawua dan Toro.
Bentuk kerja sama yang tertuang dalam kesepakatan konservasi masyarakat (KKM) melahirkan hak dan kewajiban bagi Balai Besar TNLL dan masyarakat mitra. Masyarakat yang terlibat kerja sama kemitraan konservasi berkewajiban, bersama Balai Besar TNLL, menjaga kawasan taman nasional dan berkewajiban memenuhi persyaratan lainnya yang tertuang dalam perjanjian kerja sama, antara lain melakukan peningkatan sumber daya manusia untuk mendukung pengelolaan TN Lore Lindu dan konservasi keanekaragaman hayati, memelihara fasilitasi pendukung dalam pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, budidaya tradisional, pemanfaatan sumber daya perairan untuk jenis yang tidak dilindungi dan wisata alam terbatas.
Sedangkan Balai Besar TNLL memiliki kewajiban memberi arahan dan supervisi kegiatan teknis dan melaksanakan monitoring dan evaluasi atas kegiatan yang tercantum di dalam perjanjian kerja sama. Monitoring bertujuan untuk mengetahui perkembangan dan kemajuan, identifikasi permasalahan, serta antisipasi pemecahan masalah dalam pelaksanaan kemitraan konservasi masyarakat. Untuk itu, Balai Besar TNLL melakukan evaluasi atas KKM yang ada di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah pada tanggal 2 – 3 Juni 2022.
Hasil evaluasi yang dilaksanakan selama dua hari tersebut menunjukkan bahwa kepengurusan LPKD masih berjalan namun tidak seaktif ketika masih ada pendampingan, bahkan di Pakuli Utara, Simoro, Lawua terjadi adanya perubahan kepengurusan LPKD, dan di beberapa LPKD perlengkapan masih digunakan namun ada yang sudah tidak diketahui keberadaannya. Sedangkan beberapa rumah bibit sudah rusak dan tidak berfungsi setelah bibit yang dipelihara dibagikan kepada anggota LPKD dan masyarakat lainnya. Namun ada contoh keberhasilan salah satu LPKD Cinta Lingkungan di desa Simoro yang menanam berbagai jenis tanaman kehutanan bersama tanaman semusim sebagai bagian dari kegiatan usaha LPKD.
Dari hasil evaluasi juga mengusulkan beberapa rekomendasi yang perlu dilakukan, selain memperpanjang beberapa PKS yang sudah habis, yakni: Meningkatkan koordinasi dan kerja sama dengan berbagai pihak guna mempromosikan produk/multi usaha maupun pemasarannya; Perlu mengadakan pertemuan dalam pendampingan di beberapa kelola usaha maupun penguatan kapasitas anggota LPKD dan kelembagaannya; Perbaikan akses atau infrastruktur yang mendukung kegiatan multi usaha. Selanjutnya hasil evaluasi kemudian akan dilaporkan kepada Kepala Balai Taman Nasional Lore Lindu sebagai bahan rujukan rencana induk pemberdayaan masyarakat di sekitar Taman Nasional Lore Lindu sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor P.6/KSDAE/SET/Kum.1/6/2018 tentang Petunjuk Teknis Kemitraan Konservasi pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Fikty Aprilinayati, Advisor Bidang Pengelolaan Hutan Lestari dan Pengelolaan Cagar Biosfer
Ismet Khaeruddin, Advisor Senior, Focal Point Keanekaragaman Hayati KFW Forest Program 3 dan Koordinator Provinsi Sulawesi Tengah