FORCLIME
Forests and Climate Change ProgrammeTechnical Cooperation (TC Module)
Select your language
Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat bekerja sama dengan beberapa lembaga mitra seperti FOKKAB (Forum Konservasi Orangutan Kalimantan Barat), FORINA (Forum Orangutan Indonesia), WWF-Indonesia, GIZ FORCLIME, AKAR, dan Yayasan Titian, mengadakan Lokakarya Regional Kalimantan pada 15-16 Juni 2015. Tujuannya adalah untuk berbagi data dan informasi mengenai sebaran, populasi, dan usaha pelestarian orangutan di Kalimantan Barat. Pertemuan ini dilakukan sebagai persiapan menjelang pertemuan Population and Habitat Viability Assessment (PHVA) yang direncanakan Agustus 2015.
Kepala BKSDA Kalimantan Barat, Sustyo Iriyono, menegaskan pentingnya terus mengkaji dan mengevaluasi persoalan orangutan oleh para ahli dan pemerintah di provinsi Kalimantan Barat. “Begitu banyak data terkait orangutan yang telah dikumpulkan sejak 2004 hingga kini. Semua itu harus dimutakhirkan sehingga menghasilkan data yang akurat” jelas Sulistyo. Informasi dan data terkini mengenai sebaran populasi dan habitat serta viabilitas orangutan yang berasal dari laporan dan tulisan ilmiah tersebut sangat diperlukan untuk memutakhirkan analisis PHVA yang sudah ada.
Menurut Ketua FOKKAB, Albertus Tjiu, “Data dan informasi hasil pemutakhiran akan diserahkan kepada pemerintah sebagai penanggung jawab keberlangsungan hidup species langka kera besar ini”. Kemudian data ini menjadi baseline yang akan digunakan oleh Pemerintah Indonesia guna memperbarui strategi dan rencana konservasi orangutan di Indonesia yang akan berakhir pada 2017.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Ismet Khaeruddin, Strategic Area Manager for Biodiversity and Protected Area
Dalam rangka mendukung pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Kehutanan bekerja sama dengan GIZ FORCLIME menyelenggarakan lokakarya bagi para kepala sekolah dan guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kehutanan pada tanggal 7 – 9 Mei di Makassar, Sulawesi Selatan. Tujuan dari lokakarya ini adalah untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan SMK Kehutanan dalam mendukung pembangunan KPH. Lokakarya dihadiri oleh 90 peserta yang mewakili 20 SMK Kehutanan negeri dan swasta, yang masing-masing di bawah binaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KemenLHK), dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Dalam acara pembukaan, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kehutanan, Dr. Tahrir Fathoni, menegaskan bahwa penyusunan kurikulum harus tepat dengan kebutuhan pasar. Metoda pendidikan melalui e-learning sebagai alat inovatif dalam pengembangan kapasitas di SMK Kehutanan akan terus dikembangkan, serta materi terkait dengan kewiraswastaan juga harus diajarkan kepada peserta didik. Tahrir berharap menyambut baik kerja sama yang ada dengan FORCLIME dan akan terus berlanjut.
Edy Marbyanto, perwakilan GIZ FORCLIME menyatakan dalam sambutannya bahwa SMK Kehutanan merupakan pendidikan berbasis kompetensi. FORCLIME akan mendukung SMK Kehutanan terutama dalam hal peningkatan kapasitas guru sehingga menghasilkan lulusan yang berkualitas. Edy menyarankan KemenLHK, Kemendikbud dan SMK Kehutanan untuk bersama-sama menyusun roadmap guna memberi arah bagi pengembangan SMK Kehutanan dalam 5 tahun ke depan. Djimlan, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Boalemo, Provinsi Gorontalo, merasa puas terhadap kinerja lulusan SMK Kehutanan. Menurutnya, lulusan SMK Kehutanan dapat bekerja dengan cepat dan terampil. Sementara Jumadi, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Pohuwato, Provinsi Gorontalo, berharap akan banyak lulusan SMK Kehutanan yang bekerja di KPH.
.
Lokakarya ini juga membahas tentang Kebijakan Kurikulum Tahun 2013 dengan narasumber dari Direktorat Pembinaan SMK, serta Pusat Kurikulum dan Pembukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan bimbingan para narasumber, peserta lokakarya berhasil menyusun Rencana Proses Pembelajaran (learning manual) untuk empat jenis bidang keahlian kehutanan yang nantinya akan didistribusikan ke seluruh SMKK. Untuk menambah pengetahuan para peserta tentang pengelolaan hutan konservasi, dilakukan kunjungan ke Taman Nasional Bantimurung, Sulawesi Selatan, yang terkenal sebagai pusat budidaya kupu-kupu.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:
Edy Marbyanto, Strategic Area Manager for Human Capacity Development
Meningkatnya kesadaran, kepedulian, dan tuntutan konsumen terhadap produk berkualitas yang ramah lingkungan dan sosial telah mendorong pelaku usaha untuk mengubah orientasi usahanya. Berbagai standar dan skema sertifikasi bermunculan untuk memberikan jaminan bahwa komoditi pertanian tersebut diproduksi secara lestari dan mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
GIZ FORCLIME bekerja sama dengan Yayasan Kalimajari menginisiasi rangkaian kegiatan peningkatan kapasitas petani kakao dalam implementasi sistem produksi berkelanjutan. Secara umum kegiatan ini bertujuan untuk membangun kemandirian para petani serta meningkatkan kualitas dan kuantitas biji kakao.
Pendampingan dilaksanakan di dua kabupaten percontohan, Malinau (Kalimantan Utara) dan Berau (Kalimantan Timur), melibatkan perwakilan petani lokal dan dinas perkebunan kabupaten. Petani dibekali pemahaman mengenai budidaya kakao dan pengelolaan pasca panen, alur pemasaran secara berjenjang, dan pemasaran bersama untuk memperkuat posisi tawar petani. Rangkaian kegiatan meliputi lokakarya dan pelatihan mengenai praktik-praktik pertanian yang baik (Good Agriculture Practicess-GAP) dan praktik-praktik manufaktur yang baik (Good Manufacturing Practices - GMP).
Kegiatan ini mendapat respon positif dari perwakilan petani dan instansi pemerintah di kedua wilayah tersebut. Petani berkomitmen untuk memperbaiki mutu produk melalui fermentasi yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan menerapkan sistem pemasaran bersama atau satu pintu.
Sebagai informasi, Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana dengan nilai ekspor biji kakao tahunan yang cenderung meningkat. Sekitar 93% perkebunan kakao nasional diusahakan oleh rakyat dan melibatkan lebih dari 1,4 juta kepala keluarga. Petani kakao lokal memegang penanan yang sangat penting sehingga perlu dibimbing dan berpartisipasi aktif dalam mekanisme produksi berkelanjutan.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi: Heinz Terhorst, Strategic Area Manager, Green Economy.