FORCLIME
Forests and Climate Change ProgrammeTechnical Cooperation (TC Module)
Select your language
Sejalan dengan mandat FORCLIME untuk mendukung perhutanan sosial di Tanah Papua, FORCLIME berupaya mengidentifikasi calon kampung binaan di kawasan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Tambrauw. Berdasarkan hasil diskusi dengan Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat dan KPHP Tambrauw, didapatkan tiga rekomendasi calon kampung binaan untuk pendampingan bersama, yaitu Kampung Orwen di Distrik Kwoor, Kampung Emaus di Distrik Sausapor, dan Kampung Bikar di Distrik Bikar. Tim FORCLIME bersama dengan perwakilan dari KPHP Tambrauw melaksanakan kunjungan untuk mengumpulkan informasi terkait kondisi geofisik kawasan, kelembagaan masyarakat, potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dan pendampingan yang diperlukan, serta lokasi dan akses untuk menjangkau ketiga kampung tersebut. Kunjungan lapangan dilaksanakan pada tanggal 13-15 Oktober 2021.
Selama kunjungan, tim FORCLIME dan KPHP Tambrauw bertemu dan berdiskusi dengan masyarakat lokal yang menerima kedatangan tim dengan terbuka. Suku yang tinggal di tiga kampung tersebut adalah Suku Abun, dan sudah memiliki lembaga adat yang diakui, yaitu Lembaga Masyarakat Adat Suku Abun (LEMASA). Secara umum, potensi HHBK yang dimiliki ketiga kampung tersebut adalah pohon lawang, kemiri, rotan, anggrek, rusa, gaharu, dan masoi. Masyarakat mengelola HHBK secara berkelompok sekitar 12-27 orang, dan pengelolaannya dilakukan di hak ulayat masing-masing marga. Terdapat kearifan lokal dalam pengelolaan HHBK, khususnya minyak lawang, yaitu pengelola tidak boleh berniat jahat dan tidak boleh berhubungan dengan perempuan. Selain itu, perburuan yang dilakukan harus menggunakan alat-alat tradisional. Di sana juga terdapat hutan keramat, yaitu hutan yang hanya bisa diakses oleh marga pemilik hak ulayat tanah, dan hasil hutan di dalamnya tidak dapat dimanfaatkan oleh siapapun.
Berdasarkan hasil kunjungan ini, tim FORCLIME dan KPHP Tambrauw akan berkonsultasi kepada Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat untuk menentukan kampung binaan dan berkoordinasi terkait kegiatan pendampingan di kampung tersebut. Selanjutnya, tim juga akan melakukan sosialisasi dan permintaan izin kegiatan kepada LEMASA.
Untuk informasi yang lebih lanjut, silakan hubungi:
Nita Yohana, Advisor bidang pengelolaan hutan lestari dan koordinator Provinsi Papua Barat
Melanesia Brigite Boseren, Advisor Junior bidang penghidupan (livelihood) pedesaaan, pengelolaan dan konservasi hutan
Mohammad Sidiq, Manajer bidang strategis, pengelolaan hutan lestari dan koordinator Provinsi Papua dan Papua Barat
Untuk membangun sinergi pelaksanaan program kerja tahun 2021, FORCLIME dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Tambrauw mengadakan pertemuan pada Selasa, 12 Oktober 2021 di Kantor KPHP Tambrauw, Sausapor, Papua Barat. Pertemuan dibuka oleh Kepala KPHP Tambrauw, Petrus Freddy Tawer, S.Hut. Dalam pertemuan tersebut, dilakukan pembahasan mengenai potensi sinkronisasi program kerja antara FORCLIME dan KPHP Tambrauw, diantaranya melalui penyiapan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia di KPHP Tambrauw.
Selain itu, dibahas juga persiapan kunjungan lapangan ke potensi kampung binaan FORCLIME dan KPHP Tambrauw. Terdapat tiga kampung yang dikunjungi, yaitu Kampung Orwem di Distrik Kwoor, Kampung Emaus di Distrik Sausapor, dan Kampung Bikar di Distrik Bikar. Kunjungan lapangan tersebut dilaksanakan keesokan harinya, tanggal 13-15 Oktober 2021, bersama-sama antara perwakilan FORCLIME dan KPHP Tambrauw.
Kepala KPHP Tambrauw mengapresiasi FORCLIME yang telah berkunjung ke Tambrauw untuk melakukan sinkronisasi program kerja dan mengidentifikasi kampung binaan bersama-sama. “Pengelolaan dan pengembangan KPHP membutuhkan dukungan berbagai pihak, oleh karena itu kami berterima kasih atas kerja sama yang diberikan FORCLIME. Sebagai orang asli Tambrauw, saya berharap potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang melimpah di Tambrauw dapat dikelola secara bersinergi bersama Dinas Kehutanan, KPHP, dan masyarakat”, kata Bapak Petrus Freddy Tawer, Kepala KPHP Tambrauw.
Untuk informasi yang lebih lanjut, silakan hubungi:
Nita Yohana, Advisor bidang pengelolaan hutan lestari dan koordinator Provinsi Papua Barat
Melanesia Brigite Boseren, Advisor Junior bidang penghidupan (livelihood) pedesaaan, pengelolaan dan konservasi hutan
Mohammad Sidiq, Manajer bidang strategis, pengelolaan hutan lestari dan koordinator Provinsi Papua dan Papua Barat
Sebelum melakukan kegiatan pembangunan di tingkat tapak, diperlukan adanya persetujuan dari masyarakat lokal sebagai pihak yang paling berpotensi terkena dampak pembangunan. Hal ini menjadikan pentingnya pemahaman akan cara mendapatkan persetujuan masyarakat lokal sesuai dengan prosedur, etika, dan proses yang memadai, sehingga konflik yang terjadi dapat diminimalkan. Atas dasar hal tersebut, FORCLIME memfasilitasi perwakilan pemerintah, LSM, serta akademisi di Provinsi Papua dan Papua Barat untuk mengikuti pelatihan terkait Free, Prior and Informed Consent (FPIC) yang diselenggarakan oleh Earthworm Foundation dan salah satu unit bisnisnya, Lemungsure.
Pelatihan PADIATAPA dilaksanakan pada tanggal 20 September, 28 September, dan 5 Oktober 2021 secara daring. FORCLIME memfasilitasi 20 peserta untuk mengikuti pelatihan, yang merupakan representasi dari Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua, Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Papua, Balai BKSDA Papua Barat, Balai Taman Nasional Wasur, Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Tambrauw, KPHP Sorong Selatan, Universitas Papua, Universitas Cenderawasih, Universitas Ottow Geissler Papua, PERDU Manokwari, dan FORCLIME. Dalam pelatihan tersebut, peserta diajarkan hal-hal fundamental yang perlu diperhatikan sebelum memulai kegiatan pembangunan yang secara langsung berhubungan dengan pengelolaan sumber daya alam dan masyarakat adat, seperti:
1. Definisi, prinsip, dan tahapan FPIC;
2. Menjalankan tahapan FPIC;
3. Mitigasi konflik kepentingan para pihak; dan
4. Strategi dan taktik mendapatkan persetujuan masyarakat.
Selama pelatihan, setiap peserta memberikan studi kasus dengan mengangkat topik nyata berdasarkan bidang kerja di lapangan. Pada akhir pelatihan, dilakukan evaluasi yang bertujuan untuk mengukur peningkatan pemahaman peserta akan proses FPIC. Berdasarkan evaluasi tersebut, 62,5% peserta sangat setuju bahwa mereka memiliki peningkatan pengetahuan; 37,5% peserta setuju; dan tidak ada peserta yang tidak memiliki peningkatan pengetahuan.
Reynold Kesaulija, S.Hut, M.Si., salah satu peserta yang merupakan Kepala KPHP Sorong Selatan, mengatakan, “Hal paling penting yang saya pelajari dalam FPIC ini adalah terkait proses persetujuan oleh masyarakat adat sebelum dilaksanakan pembangunan dalam pengelolaan sumber daya alam”.
Untuk informasi yang lebih lanjut, silakan hubungi:
Melanesia Brigite Boseren, Advisor Junior bidang penghidupan (livelihood) pedesaaan, pengelolaan dan konservasi hutan
Ruben Yogi, Advisor Junior bidang GIS dan pemetaan hutan
Mohammad Sidiq, Manajer bidang strategis, pengelolaan hutan lestari dan koordinator Provinsi Papua dan Papua Barat