FORCLIME
Forests and Climate Change ProgrammeTechnical Cooperation (TC Module)
Select your language
Secara historis, inisiatif pengembangan Hutan Pendidikan “Nyei Toro” telah dirintis sejak tahun 2019 ketika masyarakat pemilik hak ulayat, Necheibe Ormu, mengusulkan agar kawasannya dikelola untuk kepentingan pendidikan bagi generasi muda papua dan pemangku kepentingan lainnya melalui Universitas Ottow Geissler Papua (UOGP). Usulan tersebut ditindaklanjuti oleh UOGP melalui beberapa rangkaian pertemuan, diantaranya pertemuan dengan Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH), Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua dan pihak terkait lainnya, untuk mendapatkan legitimasi dan rekomendasi tindak lanjut terkait rencana pengembangan hutan pendidikan.
Universitas Ottow Geissler Papua telah mengadakan sosialisasi melalui konsultasi publik atau Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan (Free, Prior, Informed dan Consent-FPIC). Kegiatan FPIC dibuka oleh Wakil Rektor I Universitas Ottow Geissler Papua, George.M. Satya, M.Sc., Ph.D., dihadiri oleh Kepala DKLH, perwakilan masyarakat pemilik ulayat, dan instansi-instansi terkait lainnya, dilaksanakan selama lima hari, mulai 16 sampai 20 November 2021 di Pasir 6 Jayapura Utara, Papua.
Pelaksanaan kegiatan FPIC dilaksanakan secara partisipatif dari sejumlah pihak yang berhubungan erat dengan lokasi Hutan Pendidikan, baik secara hukum maupun adat, terutama dari kelompok masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah Hutan Pendidikan. Hal ini dilakukan untuk memastikan tidak ada tumpang tindih wilayah dan untuk mendapatkan dukungan dari pemangku kepentingan lokal. Lokasi Hutan Pendidikan berada di Pasir 6, Kampung Tanjung Ria, Kecamatan Jayapura Utara. Melalui pemetaan partisipatif, luas wilayah yang disepakati untuk hutan pendidikan adalah seluas 144,92 Ha.
Lebih lanjut, kegiatan FPIC ini telah menghasilkan beberapa rencana tindak lanjut sebagai berikut:
1. Kesepakatan masyarakat adat Necheibe Ormu untuk menerapkan prinsip FPIC dalam pengelolaan Hutan Pendidikan.
2. Kerangka peta partisipatif Hutan Pendidikan “Nyei Toro
3. Program kerja prioritas dan zonasi Hutan Pendidikan “Nyei Toro”.
4. Berita Acara Pengesahan Peta Partisipatif Hutan Pendidikan “Nyei Toro” dan berita acara FPIC pengelolaan Hutan Pendidikan “Nyei Toro”.
5. Kesepakatan strategi implementasi dan monitoring pengelolaan Hutan Pendidikan “Nyei Toro”.
Pihak Universitas Ottow Geissler Papua menyampaikan terima kasih atas kehadiran dan keikutsertaan sejumlah pihak yang terlibat, termasuk masyarakat adat, DKLH Provinsi Papua, BBKSDA Papua, FORCLIME, Gugus Tugas Masyarakat Adat (GTMA) Jayapura, KPHP Kota Jayapura, Pokja Perempuan Majelis Rakyat Papua (MRP), Masyarakat Adat Necheibe Ormu, tokoh masyarakat di sekitar wilayah hutan pendidikan. Dan berharap kegiatan ini dapat menghasilkan kerja sama yang baik.
Untuk informasi yang lebih lanjut, silakan hubungi:
Ruben Yogi, Advisor Junior bidang GIS dan pemetaan hutan
Mohammad Sidiq, Manajer bidang strategis, pengelolaan hutan lestari dan koordinator Provinsi Papua dan Papua Barat
Negara-negara yang tergabung dalam jejaring cagar biosfer di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, mengadakan pertemuan tahunan untuk membahas capaian dan tantangan dalam pengelolaan cagar biosfer, yang dinamakan Southeast Asian Biosphere Reserve Network (SeaBRnet). Tahun ini, SeaBRnet ke-13 mengusung tema “Jasa Ekosistem dan Pemberdayaan Masyarakat Menuju Pengelolaan Cagar Biosfer Berkelanjutan” dan diselenggarakan di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Indonesia pada tanggal 15-17 November 2021. Selama kegiatan berlangsung, terdapat sesi bertukar pengalaman antar anggota SeaBRnet dan diskusi kontribusi strategis Man and the Biosphere (MAB) di Asia dan Pasifik menuju pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).
Beberapa hal menarik yang menjadi temuan dari studi kasus di berbagai negara adalah:
1. Cagar biosfer memiliki peran penting sebagai landasan berbagai pemangku kepentingan untuk terlibat dan berpartisipasi secara inklusif.
2. Cagar biosfer harus memiliki sekretariat dewan pengelolaan, koordinator, divisi promosi, divisi penelitian, dan kantor pengelolaan.
3. Personel cagar biosfer harus terampil dan termotivasi, memiliki pengetahuan teoritis dan pengalaman yang relevan.
4. Para manajer cagar biosfer harus bisa membangun kemitraan dengan universitas, lembaga penelitian, dan sektor swasta.
5. Diperlukan adanya rencana pengelolaan cagar biosfer yang terpadu yang bisa membangun sinergi antar pemangku kepentingan.
Selain gelar wicara dan diskusi, di acara SeaBRnet jugaterdapat area pameran untuk menampilkan kegiatan dan produk-produk lokal hasil pengelolaan cagar biosfer.FORCLIME berkolaborasi dengan Sustainability and Value-Added in Agricultural Supply Chains in Indonesia (SASCI+)memfasilitasi Taman Nasional Lore Lindu dan mitranya mempromosikan produk-produk masyarakat binaan Cagar Biosfer Lore Lindu (CBLL) melalui pameran.
Kegiatan SeaBRnet diakhiri dengan melakukan kunjungan lapangan ke Cagar Biosfer Rinjani-Lombok sehingga peserta mendapatkan kesempatan untuk mengamati implementasi konsep cagar biosfer di sana, berinteraksi dengan masyarakat setempat, dan memberikan masukan kepada manajemen Cagar Biosfer Rinjani-Lombok.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Ismet Khaeruddin, Advisor Senior, Focal Point Keanekaragaman Hayati KFW Forest Program 3 dan Koordinator Provinsi Sulawesi Tengah
Fikty Aprilinayati, Advisor bidang Pengelolaan Hutan Lestari dan Pengelolaan Cagar Biosfer
Dalam Strategi Rencana Aksi Provinsi (SRAP) REDD+ Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Barat berkomitmen mencapai target penurunan emisi sebesar 60%. Oleh karena itu, perlu sinergi para pihak, baik pemerintah maupun mitra pembangunan, dalam pencapaian target tersebut. Pokja REDD+ sebagai medium komunikasi dan koordinasi para pihak terkait isu REDD+ mengemban tanggung jawab untuk melakukan kompilasi data dan informasi terkait pengukuran emisi dan melaksanakan pelaporan terkait aksi perubahan iklim. Berdasarkan identifikasi, ditemukan beberapa program dan kegiatan para pihak yang belum terlaporkan,sehingga perlu diintegrasikan ke dalam data dan sistem yang dimiliki Pokja REDD+.Bersama FORCLIME, Pokja REDD+ memfasilitasi FGD para pihak yang bertujuan untuk mengnyinergikan dan mengharmonikan program pengurangan emisi di Provinsi Kalimantan Barat.
FGD dilaksanakan tanggal 11 November 2021 di Pontianak, dan dihadiri oleh instansi-instansi Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, Pokja REDD+, dan mitra pembangunan yang melaksanakan program dan kegiatan terkait aksi penurunan emisi. Kegiatan dibuka oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat, Ir. Adiyani, MH, yang menyampaikan komitmen Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dalam aksi penurunan emisi melalui pembentukan kelembagaan Pokja REDD+ sejak tahun 2012,dan pelaksanaan program yang mendukung pencapaian Visi dan Misi Provinsi Kalimantan Barat tentang pembangunan yang berwawasan lingkungan
Selanjutnya, Prof. Dr. Gusti Hardiansyah, MSc, QAM selaku Ketua I Pokja REDD+ melalui presentasinya menyampaikan peran Pokja REDD+ sebagai simpul dan medium komunikasi para pihak, dan perlunya harmonisasi data untuk mengetahui sebaran distribusi aksi program di masing-masing wilayah yang dilakukan para pihak.
FGD ini menghasilkan tabel identifikasi program yang dilaksanakan oleh mitra pembangunan dan sebaran lokasi kegiatan. Tabel tersebut akan menjadi bahan untuk evaluasi dan mengukur pencapaian target penurunan emisi yang ditetapkan.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Yenny, S.Hut, MT, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat, anggota Pokja REDD+ Kalimantan Barat
Jumtani, Advisor Bidang Pengelolaan Hutan Lestari dan Focal Point GCF
Wandojo Siswanto, Manajer Bidang Strategis, Kebijakan Kehutanan dan Perubahan Iklim